Pangerten Sebagai Puncak Kepekaan Seseorang Dalam Bermasyarakat
Pangerten Sebagai Puncak Kepekaan Seseorang Dalam Bermasyarakat
Oleh : Shania Ratna Sari Dewi
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya berperilaku baiknya. Budaya baik ini dimaksudkan dengan sopan santun dalam bermasyarakat, baik pada yang lebih tua, lebih muda, ataupun sebaya. Hasthalaku merupakan cerminan diri yang menganut budaya Jawa dengan sebegitu kentalnya. Sebab kekentalannya itulah, budaya Jawa tetap ada dan terus berkembang serta lestari hingga sekarang. Hasthalaku menganut delapan jenis nilai yang mencerminkan budaya Jawa, yaitu gotong royong, grapyak semanak, guyub rukun, lembah manah, ewuh pakewuh, pangerten, andhap asor, dan tepa selira. Nilai-nilai tersebut akan membawa diri kita kepada pemahaman dan penerapan tentang Hasthalaku, terutama di kalangan masyarakat luas secara maksimal. Nilai yang akan ditekankan di sini salah satunya adalah pangerten.
Pangerten sendiri sangat erat hubungannya dengan kepekaan dan pengertian seseorang terhadap kondisi sesamanya yang merasa kesulitan dan merasa ada yang tidak sesuai dengan hidupnya. Pangerten membuktikan bahwa ia tidak dapat dipisahkan begitu saja dari diri kita. Mengapa demikian? Karena kita sebagai manusia, tentunya mempunyai hati nurani yang akan tersentuh dan tergerak ketika ada sesama kita yang membutuhkan bantuan. Di daerah atau wilayah tertentu, seperti di Pulau Jawa, budaya seperti ini tetap ada dan tetap dikembangkan hingga sekarang. Hal ini bertujuan agar tata krama dalam budaya Jawa pada zaman dahulu, tidak tertelan oleh perkembangan zaman yang begitu pesatnya.
Emory Bogardus (1989) menyatakan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan bertindak kearah atau menolak suatu faktor lingkungan. Secara etimologi, menghargai merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk bereaksi terhadap apa yang dilakukan oleh orang lain. Reaksi ini dapat berupa memberi, menilai, menghormati, memandang penting, dan mengindahkan hak asasi baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Reaksi yang diberikan bukan bermaksud untuk menjatuhkan ataupun merendahkan, melainkan untuk memberi saran, motivasi, dan masukan positif sehingga orang yang bersangkutan dapat memperbaiki apa yang telah dilakukannya. Nantinya, ia akan dapat meningkatkan performa yang jauh lebih baik dari sebelumnya karena telah belajar dari kesalahan.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa pangerten memiliki arti peka atau mengerti. Hal ini berarti merujuk pada kesiapan diri kita untuk dapat menghargai, beradaptasi, dan menerima sesama. Sebab, di dalam masyarakat kita harus tetap berbaur dengan orang lain yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Kita tidak dapat memilih siapa yang akan menjadi teman kita karena hal tersebut akan memicu timbulnya rasa iri dan benci dari orang lain, yang akan memacu terjadinya pertikaian. Perbedaan inilah yang membuat kita dapat saling mengerti, menerima, memahami, dan menghargai mereka sehingga dapat saling melengkapi satu sama lain agar menjadi kesatuan yang sempurna untuk memperbaiki diri.
Pangerten mengajarkan pada kita tentang hidup bersama yang bertoleransi ditengah maraknya individualisme. Toleransi perlu dikenalkan sejak dini karena ia merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjaga kerukunan dari berbagai konflik. Pangerten juga mengajarkan tentang bagaimana sikap kerelaan hati untuk mendengar dan menerima pendapat dari berbagai belah pihak, yang nantinya akan dipertimbangkan dengan teliti dan cermat. Apabila pendapat kita tidak diterima, tentu kita harus berlapang dada. Sebab, mungkin pendapat orang lain lebih logis dan tepat serta didukung oleh berbagai fakta dan bukti kuat sehingga tidak bisa diganggu gugat. Disinilah, kita membutuhkan kebesaran hati untuk menerimanya. Kita harus mengerti dan mengesampingkan ego pribadi demi kepentingan bersama.
Pangerten dapat menjadi salah satu batu loncatan kita untuk terus melestarikan budaya Jawa yang nantinya akan dilanjutkan oleh anak cucu kita. Selain menjadi batu loncatan, pangerten juga dapat memperkuat kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi kita dengan orang lain. Sebab, kita harus mengerti keadaan orang lain yang dimana memberi ruang bagi kita untuk terus mendengarkan dan memberi solusi yang terbaik bagi mereka. Dengan adanya sikap pangerten, kita dapat menjadi teman bagi orang lain dan dapat pula berbagi cerita tentang pengalaman hidup masing-masing.
Pangerten mempunyai karakteristik konsep berpikir yang unik dan berbeda dari nilai Hasthalaku yang lainnya. Konsep berpikir ini merujuk pada ketulusan hati, ikhlas atau tidak mengharapkan imbalan, dan kepekaan sosial dalam menghidupi makna dari pangerten ini.
Setelah memahami konsep pangerten, kita dapat menarik benang merah sebagai kesimpulan bahwa pangerten membawa perubahan yang relatif besar pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini menjadikan masyarakat lebih harmonis dan saling peduli satu sama lain. Untuk itu, diharapkan kita dapat menerapkan nilai pangerten ini di dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak hanya sekadar menerapkan nilai pangerten saja, tetapi juga nilai Hasthalaku yang lainnya. Penting digaris bawahi bahwa pemahaman tanpa aksi adalah palsu.
Komentar
Jadilah yang pertama berkomentar di sini